SIAGAINDONESIA.ID Anggota Komisi C DPRD Kota Surabaya, Buchori Imron, menyampaikan kekecewaannya terhadap pembangunan tunnel atau terowongan pejalan kaki dari Terminal Intermoda Joyoboyo (TIJ) menuju Kebun Binatang Surabaya (KBS) atau sebaliknya.
Saat ditemui di Kantor DPRD Kota Surabaya, politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) menyatakan bahwa sejak awal dirinya kurang sepakat dengan proyek yang menelan anggaran sebesar Rp32 miliar bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kota Surabaya.
“Saya tidak ikut membahas masalah itu karena sejak awal sudah kurang sepakat kalau pakai tunnel. Namun, jika Pemkot sudah menganggarkan dan proyek sudah berjalan, kita tunggu hasilnya saja nanti. Yang penting adalah bagaimana proyek ini bermanfaat untuk semua pihak,” ujarnya kepada wartawan, Rabu (3/7/2024).
Menurut Buchori, pembangunan tunnel memiliki risiko tinggi terkait perawatan dan keamanan. Sebab, penggunaan underpass atau tunnel, khawatirnya kalau perawatan kurang dan lampu kurang jelas, berpotensi berbahaya bagi masyarakat yang melintas di atasnya atau Jl Joyoboyo.
Lebih lanjut, Buchori menekankan TIJ kini difungsikan sebagai tempat park and ride serta parkir bagi pengunjung KBS. Dengan demikian, orang yang mau ke KBS mendapat kemudahan, tentu harus ada akses jalan.
“Namun, menurut saya, lewat bawah atau tunnel yang sekarang sudah proses pembangunan, kurang tepat,” jelasnya.
Buchori juga mengkritik anggaran yang meningkat dari tahun ke tahun tanpa adanya diskusi mendalam di Badan Anggaran DPRD. Sebab, tunnel sepanjang 160 meter, lebar 4 meter dan kedalaman 5 meter dibawah tanah itu, disinyalir anggarannya naik tiap tahun.
Dimulai dari tahun 2020 pembangunan tunnel sekitar Rp20 miliar, sedangkan di tahun 2022 sebesar Rp23 miliar, untuk di tahun 2024 ini memakan anggaran Rp32 miliar. Padahal, kata Buchori, jika Pemkot Surabaya berniat membangun akses pengunjung KBS, pembangunan fly over tak sampai memakan anggaran Rp20 miliar.
“Saya di anggaran tidak pernah ikut membahas itu, baik kenaikan anggarannya. Secara pribadi, saya lebih sepakat jika dibangun by pass karena lebih menambah estetika kota dan lebih murah daripada underpass. Anggarannya paling ya sekitar berapa miliar saja, sisanya bisa dibuat yang lain,” ungkapnya.
Ia menyarankan agar Pemkot berunding dengan PT KAI yang memiliki lahan di depan TIJ. Sebab, PT KAI pernah mengungkapkan bahwa ada pihak ketiga yang mau mengelola.
“Tapi nyatanya belum ada. Itu pandangan yang paling jelek karena itu pintu masuk kota Surabaya dari arah selatan,” kata Buchori.
Selain itu, Buchori Imron juga menyoroti potensi pembengkakan anggaran proyek tunnel yang bisa menggeser alokasi anggaran dari sektor lain, terutama dari Dinas Sumber Daya Air dan Bina Marga (DSDABM) Kota Surabaya yang bertanggung jawab atas drainase.
“Kalau anggarannya membengkak, pasti geser-geser ke anggaran lain. Jangan sampai anggaran yang dibutuhkan masyarakat tergeser untuk proyek tunnel ini,” tegasnya.
Sebagai solusi, Buchori menyarankan pembangunan jembatan layang atau fly over jalan kaki yang dianggapnya lebih efisien dan tidak memerlukan anggaran besar. Bahkan, fly over jalan kaki dapat menarik investor, serta tanpa memakan anggaran sampai puluhan miliar.
Imron juga mengingatkan pentingnya pengawasan dari Dinas Perhubungan dan KBS untuk menjaga keamanan di kawasan tersebut. Sebab perawatan instalasi listrik dan drainase air perlu diperhatikan.
“Jika menggunakan tunnel, khawatirnya kurang penerangan dan keamanan bagi masyarakat berkurang,” tutupnya.