SIAGAINDONESIA.ID Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Jawa Timur diminta instropeksi dengan pengaduan sejumlah pengusaha Galangan Kapal terkait pengurusan ijin lingkungan. Jika apa yang dilaporkan ke LBH Maritim itu benar hal tersebut merupakan tamparan.
“Berbelitnya pengurusan Amdal, UKL-UPL dan ditengarai keterlibatan oknum DLH dan memunculkan sebutan konsultan ‘plat merah’ sehingga menimbulkan biaya tinggi harus segera disikapi,” kata pegiat lingkungan Wonorejo, Heroe Budiarto.
Sekretaris LKMK Medokanayu dan Pembina Nelayan di kawasan Surabaya Timur tersebut menambahkan, secara rutin DLH memberikan Award kepada perusahaan di Jawa Timur yang dinilai ramah lingkungan akan tetapi dirinya tidak pernah mendengar instansi tersebut mengumumkan perusahaan-perusahaan yang nakal dan terkena sanksi atau diberi punishment karena melanggar Undang-Undang 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
“Imbanglah, jangan hanya cerdas dan terkesan obral Award tetapi pelaku perusakan lingkungan atau penjahat lingkungan dibiarkan,” tukasnya.
Menurut catatannya, DLH Jawa Timur bersama Balai Gakkum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan DLH Jombang memberikan sanksi administrasi kepada 13 kegiatan/usaha pemanfaatan dross/slag aluminium di Kec Kesamben dan Kec Sumobito Jombang. Sanksi diberikan karena melanggar UU 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup serta sebagai tindak lanjut atas hasil pengawasan yang telah dilakukan bersama tahun 2018.
“Setelah itu tidak pernah terdengar lagi kegiatan serupa,” ungkapnya.
Sejujurnya, tambah Heroe Budiarto, masih banyak perusahaan yang ditengarai membuang limbah beracun di sepanjang sungai Brantas dan Kali Surabaya. Di depan mata perusahaan galangan kapal di Tanjung Perak maupun di Bangkalan hanya beberapa saja yang memiliki Instalasi Pembuangan Air Limbah (IPAL). Bahkan di Kamal Bangkalan ada usaha illegal pemotongan kapal atau penutuhan yang mencemari lingkungan dengan limbah solar, oli dan tumpahan zat berbahaya lainnya tidak diberi sanksi tegas padahal sudah berlangsung tahunan.
“Kalau tidak berani menindak bubarkan saja DLH,” tegasnya.
Menjawab pertanyaan media ini, Heroe Budiarto yang juga seniman itu mengatakan, berbelitnya urusan ijin lingkungan di DLH dan ditengarai biaya tinggi seperti yang dilaporkan ke LBH Maritim, bisa jadi banyak perusahaan yang akhirnya enggan mengurus perijinan dan ambil jalan pintas buang limbah ke sungai, kali atau laut.
Seperti diberitakan sebelumnya, Sejumlah pegusaha galangan kapal megeluhkan berbelitnya izin lingkungan hidup di DLH Jawa Timur, prosesnya bisa berbulan-bulan bahkan lebih sampai satu tahun, diantaranya izin berupa Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL-UPL) dan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal).
“Izin Amdal saya keluar setelah mengurus lebih satahun, padahal pada umumnya pengurusan Amdal, jika memakai jasa konsultan ‘plat merah’ tidak lebih enam bulan”, demikian dikatakan oleh direktur Galangan Kapal yang ada di Sembilangan Bangkalan, yang enggan namanya disebut.
Dijelaskan pengusaha di Desa Banyuajuh Bangkalan tersebut pada waktu awal pengurusan staff saya sudah ditawari untuk menggunakan konsultan rekanan DLH Jatim, biayanya sekitar 700-800 Juta dengan jangka waktu pengurusan sekitar enam bulan. Akan tetapi, dengan berbagai pertimbangan terutama biaya, perusahaan kami memutuskan untuk membawa konsultan sendiri,
Perusahaan lainnya yang juga sama-sama mengadu ke LBH Maritim, mengatakan istilah konsultan ‘plat merah’ bukan hal baru, baik untuk pengurusan UKL-UPL maupun Amdal.
“Perusahaan saya hampir satu setengah tahun, akan tetapi sampai sekarang belum selesai”, diakui olehnya izin Amdal yang diharapkan keluar untuk keperluan reklamasi bidang usaha galangan kapal miliknya yang berada di Banyuajuh Bangkalan.
Direktur LBH Maritim, I Komang Aries Dharmawan mengatakan pihaknya menerima pengaduan dari tiga perusahaan galagan kapal yang merasa dirugikan. Seharusnya Dinas Lingkungan Hidup bisa menyederhanakan prosedur dan menyingkat waktu pengurusan, dan harus dibuat Time-Line, agar dapat membantu untuk memberikan pedoman pengurusan izin dan bisa menentukan batas waktu pemenuhan persyaratan.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup Jatim, Jempin Marbun mengelak adanya konsultan rekanan, Jempin mengatakan tidak ada perbedaan perlakuan bagi yang ingin mengurus izin lingkungan baik itu UKL-UPL maupun AMDAL.
“Kami tidak mengenal konsultan plat merah, semua konsultan sama kedudukannya”, jelasnya.
Jempin Marbun menambahkan, untuk masalah tingkat kelamaan di dalam kepengurusan perizinan itu bergantung dari syarat-syarat yang dibawa oleh konsultan itu sendiri.
“Semua tergantung kecepatan pemenuhan persyaratan yg harus dilengkapi”, imbuhnya. @masduki
Discussion about this post