SIAGAINDONESIA.ID Hingga saat ini Galangan Kapal Bintang Timur Samudra (BTS) yang berada di Kamal, Bangkalan belum memenuhi ketentuan untuk menanam kembali ratusan pohon mangrove yang ditebang secara illegal.
“Penebangan mangrove untuk perluasan area usaha galangan kapal,” kata Kepala Dinas Lingkungan Hidup Jatim yang dikutip Kepala Bidang Pengawasan DLH Jatim, Ainul Huri kemarin di ruang kerjanya.
Dikatakan lebih lanjut, BTS sudah menyatakan kesanggupannya untuk menanam kembali pohon penghijauan pantai tersebut akan tetapi hingga saat ini belum ada realisasinya.
Menurut ketentuan yang berlaku di Peraturan Pemerintah 85 Tahun 2021, sanksi administrasi berupa denda administraf bagi pelanggaran atas kegiatan yang mengakibatkan pencemaran dan/atau kerusakan sumber daya ikan dan lingkungan dikenakan denda sebesar 300 persen dikalikan luas areal dikalikan Rp 18.680.000.
“Kami akan laporkan ini ke Kementerian Kelautan dan Perikanan agar perusahaan galangan kapal yang merusak lingkungan menerima sanksinya,” tegas Direktur Jaringan Advokasi Maritim, Laili Azis yang dihubungi terpisah.
Ainul Huri menegaskan bahwa BTS diberi sanksi adminstrasi dilarang melakukan seluruh aktivitas di atas lahan reklamasi.
“Termasuk memposisikan atau menempatkan kapal yang diperbaiki,” ujarnya.
Kepala Bidang Pengawasan DLH Jatim tersebut selanjutnya mengatakan dirinya menerima informasi di lahan reklamasi BTS ditemui ada aktivitas perbaikan atau pembuatan kapal. Hal senada juga pernah dikatakan Kepala Seksi Ruang Laut Dinas Kelautan dan Perikanan Jatim, Wahyu Widya Laksana, sebelum ijin operasional keluar walaupun perusahaan sudah memiliki Persetujuan Kesusuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL) tetap tidak boleh melakukan aktivitas apapun.
Sementara itu pemilik Galangan Kapal BTS, Thomas yang dikonfirmasi melalui pesan singkat, belum memberikan penjelasan.
Seperti pernah diberitakan sebelumnya, DLH jatim menjatuhkan sanksi admnistratif kepada sejumlah usaha Galangan Kapal di Bangkalan yang kedapatan melanggar aturan. Pelangagaran diantaranya, tidak mempunyai unit pengolahan limbah (IPAL), kapasitas IPAL kecil atau tidak sesuai, melakukan reklamasi illegal, menebang mangrove illegal, izin lingkungan tidak sesuai dengan luas area, tidak memiliki kolam penampungan limbah cair, Tempat Penampungan Sementara (TPS) limbah padat tidak sesuai.
“usaha Galangan Kapal memproduksi limbah beracun dan berbahaya atau B3 berupa logam berat yang tidak bisa diurai air laut sehingga sangat membahayakan lingkungan,” tegas Ainul Huri. @masduki
Discussion about this post