SIAGAINDONESIA.ID Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Surabaya menjatuhkan vonis hukuman pidana 2 tahun terhadap terdakwa Ari Kusumawati dalam kasus Tindak Pidana Korupsi (TPK) penyimpangan pekerjaan proyek pelebaran jalan ruas Boyolangu-Campurdarat yang didanai dari APBD Kabupaten Tulungung tahun 2018, Jumat (24/2/2023) lalu.
“Mengadili, menjatuhkan hukuman terhadap Terdakwa Ari Kusumawati oleh karena itu dengan pidana penjara selama dua (2) tahun denda sebesar Rp50.000.000 (lima puluh juta rupiah) dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 2 (dua) bulan,” ucap Ketua Majelis Hakim.
“Terdakwa terbukti bersalah dan melanggar melakukan Tindak Pidana Korupsi (TPK) penyimpangan pekerjaan proyek pelebaran jalan ruas Boyolangu-Campurdarat yang didanai dari APBD Kabupaten Tulungung pada tahun 2018 silam,” imbuh Hakim.
Menurut Hakim, berdasarkan keterangan saksi dan fakta persidangan, terdakwa dianggap telah merugikan keuangan negara sebesar Rp2.437.434.202,65 (dua milyar empat ratus tiga puluh tujuh juta empat ratus tiga puluh empat ribu dua ratus dua koma enam lima rupiah).
Hal ini sesuai hasil laporan perhitungan kerugian Negara oleh BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan) Perwakilan Provinsi Jawa Timur Nomor : SR-996/PW13/5/2021 tanggal 31 Desember 2021.
Atas putusan tersebut, terdakwa Ari Kusumawati mengatakan menerima sedangkan JPU masih pikir-pikir.
Untuk diketahui, persidangan berlangsung diketuai Hakim Tongani, SH MH dengan dibantu 2 Hakim add Hoc sebagai Hakim anggota, Dr. Emma Ellyani SH MH dan Manambus Pasaribu SH MH, serta Panitra Pengganti (PP) Erlyn Suzana Rahmawati SH MHum.
Sidang juga dihadiri JPU Kejari Tulungagung dan Penasehat Hukum terdakwa, serta didengar terdakwa secara virtual teleconference dari Rutan (Rumah Tahanan) negara Kejaksaan Tinggi Jawa Timur di Jalan Ahamd Yani Surabaya.
Sebelumnya, JPU menuntut terdakwa Ari Kusumawati dengan pidana penjara selama 4 tahun 6 bulan dan denda sebesar Rp300 juta Subsider 6 bulan kurungan.
Terdakwa dianggap terbukti melanggar Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 UU No. 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU No. 20/2001 tentang Perubahan UU No.31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tentang Perubahan UU No.31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Terdakwa Ari Kusumawati tidak dituntut maupun tidak dihukum untuk mengembalikan atau membayar uang pengganti sebesar Rp2.437.434.202,65.
Sebab, terdakwa Ari Kusumawati dan para pihak yang disebutkan nama dalam persidangan, sudah mengembalikan uang ke kas negara melalui Kejari Tulungagung senilai Rp 2,5 Miliar. Sehingga Majelis Hakim menyebutkan dalam putusannya bahwa ada kelebihan sebesar Rp 94 juta yang harus dikembalikan oleh JPU terhadap terdakwa.
“Dari nominal Rp 2,5 Miliar sebagian uang Rp 760 juta sudah saya serahkan kepada Kejari Tulungagung. Itu uang saya pribadi yang harusnya dibayarkan adalah senilai Rp 327 juta. Jadi ada selisih pembayaran dari nominal yang disebutkan dalam berkas perkara dakwaan sampai tuntutan belum pernah dilampirkan Jaksa Penuntut Umum,” kata Ari Kusumawati kepada awak media.
Namun Ari menyayangkan tidak ada bukti pengembalian yang dilampirkan oleh JPU. “Tapi bukti pengembaliannya tidak dilampirkan dalam barang bukti oleh JPU,” jelasnya.
Disinggung statusnya yang sempat masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) oleh pihak Kejaksaan, terdakwa menjelaskan lantaran hanya dirinya yang dijadikan tersangka oleh Kejari Tulungagung. Padahal ada pihak lain yang mengerjakan fisik proyek itu.
“Saya bingung, kenapa hanya saya yang dijadikan tersangka. Padahal ada pihak lain yang mengerjakan langsung proyek itu. Makanya saya lari karena saya bingung tidak tahu harus gimana,” ucap terdakwa.
Terdakwa juga membeberkan sebelumnya, laporannya ke Polres Tulungagung dengan Nomor Laporan, Nomor: STTLP/B/14/I/2023/SPKT /Polres Tulungagung/Polda Jawa Timur tanggal 28 Januari 2023, terdakwa belum bersedia menyebutkan nama-nama yang dimaksud.
Namun menurut terdakwa, bahwa ada dugaan pemalsuan tandatangan dalam dokumen perkara yang menyeret dirinya sebagai terdakwa korupsi.
Saat itu terdakwa menyampaikan kepada awak media, “Jangan dulu nanti saja. Sebab, ada dugaan pemalsuan tandatangan saya dalam dukomen perkara saya yang tidak pernah ditunjukan saat penyidikan maupaun dalam persidangan. Yang diduga dipalsu adalah surat keterangan tanggungjawab mutlak dari empat paket pekerjaan yang ditandatangani di depan Notaris Setya Yuwono,” ujarnya.
“Saya tidak pernah tandatangan surat tersebut karena saat itu ada di Jakarta. Ini saya tahu setelah tuntuntan,” tambah terdakwa.
Diberitakan sebelumnya, kasus ini berawal tahun 2018. Saat itu Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR) Kabupaten Tulungagung mendapatkan dana alokasi khusus (DAK) dari Pemerintah Pusat yang ditransfer langsung ke APBD Kabupaten Tulungagung sesuai Dokumen Pelaksanaan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (DPA-SKPD) Tahun Anggaran 2018 dengan Nomor: 1.01.03.1.01.03.01. 16.117.5.2 dengan formulir DPA-SKPD 2.2.1 Tahun Anggaran 2018.
Dalam Dokumen Pelaksanaan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (DPA-SKPD) Tahun Anggaran 2018, DPUPR Kabupaten Tulungagung menganggarkan belanja modal sebesar Rp 422.576.115.173,39 untuk 4 paket pekerjaan di antaranya Pelebaran jalan ruas jalan Boyolangu–Campurdarat dengan nilai kontrak Rp3.665.000.000, pelebaran jalan ruas jalan Sendang-Penampean dengan nilai kontrak Rp2.940.000.000, pelebaran jalan ruas jalan Tenggong-Puwodadi dengan nilai kontrak Rp3.710.000.000, dan peningkatan jalan ruas jalan Jeli-Picisan dengan nilai kontrak Rp3.670.700.000.
Saat itu PT Kya Graha memenangkan pekerjaan peningkatan jalan Tenggong–Purwodadi, pelebaran Jalan ruas Boyolangu–Campurdarat, pelebaran jalan ruas Jeli–Picisan dan pekerjaan pelebaran jalan ruas jalan Sendang–Penampean. Namun JPU menganggap pengerjaan tidak sesuai dengan spesifikasi teknis yang ditentukan dalam RAB. Akibatnya, ditemukan kekurangan volome pekerjaan sesuai hasil pemeriksaan ahli konstruksi dari Institut Teknologi Nasional (ITN) Malang.@