SIAGAINDONESIA.ID Pj Bupati Bangkalan, Arief Moelya Edie akan segera menindaklanjuti perizinan yang belum terpenuhi oleh PT. Tanjung Bumi Akuakultur Indonesia (TBAI).
“Saya akan panggil secara birokrasi bagi pengusaha yang belum lengkap izinnya”, ujar Arief Moelya Edi.
Bukan hanya PT TBAI, akan tetapi juga perusahaan lainnya yang tidak memiliki izin termasuk PT Tri Warako Utama.
Aktivitas budidaya tambak Udang Vaname di Desa Mrandung, Kecamatan Klampis, Bangkalan PT. TBAI dipastikan sampai saat ini belum memiliki PKKPR Darat dan Laut. Menurut Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 28 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang Laut, area laut yang digunakan untuk usaha wajib memiliki Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL) disamping memiliki izin reklamasi, izin lingkungan.
Demikian pula berdasarkan Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang Nomor 12 Tahun 2021 Tentang Pertimbangan Teknis Pertanahan, pelaku usaha wajib memiliki KKPR dengan melakukan Pertimbangan Teknis Pertanahan (PTP/Pertek). Meskipun demikian, PT TBAI, tetap melakukan aktivitas.
Sementara itu diperoleh penjelasan dari Staff Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Bangkalan, Antok mengatakan perusahaan bersangkutan belum melakukan permohonan Pertimbangan Teknis (Pertek) untuk persyaratan permohonan PKKPR Darat.
“Belum ada”, jelas Antok.
Sebelumnya, Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Jatim yang dikonfirmasi membenarkan bahwa sampai berita ini tayang perusahaan yang bersangkutan belum mengajukan Pesetujuan Kegiatan Kesesuaian Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL).
“Belum mengajukan ijin,” kata Ahli Muda Pengelolaan Ruang Laut DKP Jaim, Wahyu Widya Laksana Nugroho.
Kepala Dinas Perikanan Kabupaten Bangkalan, Mohammad Zaini melalui Kabidnya menjelaskan luas keseluruhan areal usaha PT TBAI 40 Ha dengan fasilitas tambak udang konstruksi beton cor 87 unit dengan luas masing-masing 2.500 M². Untuk Tandon 12 unit dengan luas masing-masing 3.000 M².
“Kondisi terkini lahan yang beroperasional kurang lebih 60 unit”, jelasnya.
Perlu diketahui, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Bangkalan, Anang Yulianto dan juga Direktur PT. TBAI, Santoso belum merespon konfirmasi yang siagaindonesia layangkan lewat pesan singkat.
Sebagai referensi, menurut data Citra Satelit dan Badan Informasi Geospasial (BIG) area usaha perusahaan tambak tersebut berada di darat dan laut. Areal darat PT. TBAI seluas 37,83 Ha dan hasil reklamasi laut 40-150 meter yang melebihi garis pantai dan tidak memiliki izin seluas 3,37 Ha. Sedangkan untuk PT. Tri Warako Utama area usahanya melebihi garis pantai yang tidak memiliki izin, kurang lebih 130-300 meter dengan luas kurang lebih 4,2 Ha.

Sementara itu, pelaku usaha tambak udang dan mantan Kepala Unit Pelaksana Teknis Budidaya Laut, Hittah Alamsyah menjelaskan pada prinsipnya semakin tinggi padat tebar Udang Vaname semakin tinggi pula limbah pakan yang tersisa di tambak. Jika tidak dikelola dengan baik limbah tersebut sangat berbahaya bagi udang maupun kelestarian lingkungan tambak, karena menurutnya protein pakan udang tinggi 40-45% dan berakibat tinggi pula pembusukan protein tersebut di dalam air. Idealnya, setiap unit tambak harus mempunyai petak tandon untuk pengolahan air limbah sebelum dibuang.
“Jadi air limbah harus diolah dulu menggunakan probiotik ditambah plankton, ditambah serasi, ditambah ikan bandeng, dan mujaer sebagai kontrol. Bila sudah netral baru boleh dibuang ke saluran pembuangan”, jelasnya.
Informasi dari orang dalam PT TBAI dengan teknologi modern dan intensif tambak udang perusahannya mampu panen 6-7 kali setahun, umumnya hanya 3 kali setahun. Sebagai referensi untuk luasan tambak 1.600 M2, padat tebar intensif 300 ekor/M2 lama pemeliharaannya 80-90 hari Survival rate 75%, size panen 20-25gram/ekor atau 40-50 ekor/Kg. Estimanisi produksi bisa mencapai 7,2-9,6 ton/siklus. Harganya bervariasi tergantung pasar 70rb sampai 95rb/Kg.
Sementara itu, Direktur LBH Maritim, I Komang Aries Dharmawan mengatakan kalau memang betul perusahaan tersebut adalah perusahaan modal asing, sangat tidak etis kalau tidak punya izin, dan seharusnya Pemkab Bangkalan bertindak tegas dengan menutup usaha tersebut karena ini pelecehan. Kedepannya Komang menyarankan Pemkab menyiapkan regulasi.
“Agar usaha yang ada di Bangkalan terutama pengusaha tambak dan perusahaan yang memanfaatkan ruang laut bisa memberikan kontribusi untuk Pemkab Bangkalan”, jelasnya.
Sebagai contoh lanjut Komang, di Kabupaten Bima (NTB), sudah menerapkan retribusi untuk kegiatan usaha perikanan (tambak udang) teknologi intensif sebesar Rp 10.000.000 per hektar per tahun. Kemudian di Pemkab Situbondo memberlakukan retribusi air laut dengan cara memasang meteran air yang akan dialirkan ke tambak. Demikian halnya Pemprov Jatim menerapkan pula retribusi untuk pemanfaatan ruang untuk kegiatan yang menetap di laut 0-12 mil di luar minyak dan gas bumi sebesar Rp 1.800 M2 per tahun. @masduki
Discussion about this post