SIAGAINDONESIA.ID Sejumlah pengusaha di Jawa Timur mengeluhkan pelayanan Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL) di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang dianggap tidak transparan.
“Perusahaan saya hampir satu tahun setelah daftar OSS baru diundang verifikasi teknis” jelas Bertus dari perusahaan Galangan Kapal PT. Ben Santoso, Madura saat bertemu di atas kapal penyeberangan Kamal-Tanjung Perak beberapa waktu lalu.
Setelah Vertek dan dinyatakan lolos kemudian membayar PNBP, tidak otomatis PKKPRL terbit masih harus menunggu arahan dari KKP via website.
“Saya ikuti arahan bapak untuk konsultasi dengan KKP, dan saya menemui salah seorang di KKP dan selang beberapa waktu kemudian ijinnya terbit,” ungkap Bertus sambil tersenyum.
Berdasarkan Citra Satelit dan Badan Informasi Geospasial (BIG), Ben Santoso salah satu perusahaan yang melanggar garis sepadan pantai seluas 3,1 Ha dengan mereklamasi laut dan diduga menebang mangrove tanpa ijin.
Lain ceritanya dengan salah satu pengusaha perikanan di pesisir Tuban.
“Dua kali mengajukan PKKPRL tetapi ditolak karena dianggap akan mereklamasi laut padahal lahan saya tergerus air laut,” jelas pengusaha yang keberatan indentitas dan nama perusahaannya disebut.
Dirinya mengaku menghabiskan ratusan juta untuk operasional dan menghire konsultan namun hasilnya nihil.
“Saya kemudian diarahkan mengajukan ijin baru dengan cara lain,” urainya seraya menambahkan pengajuan ijin versi baru itupun tidak ada progres dengan alasan klasik menunggu antrian.
Sementara itu Direktur LBH Maritim, I Komang Aries Dharmawan mengatakan, diduga ada mafia di dalam pengurusan perijinan PKKPRL.
“Teman saya hanya butuh waktu tidak sampai satu bulan sudah verifikasi teknis,” ungkapnya serta memberi info usaha temannya di pesisir Madura tidak jauh dari jembatan Suramadu.
Menurut Komang, buruknya kinerja di KKP soal pelayanan PKKPRL karena diduga ada intervensi dari parpol, wakil rakyat ataupun dari pusat kekuasaan.
“KKP juga harus intropeksi” tukasnya.
Proses perijinan, lanjut Komang seharusnya transparan secara online jadi tidak ada prasangka dan fitnah.
“Belum lagi persoalan lainnya yang dialami petambak di Selat Madura yang harus minta ijin ke instansi tertentu agar mendapat rekom perairannya dinyatakan Klin tidak berada di area terlarang,” ungkapnya.
Hal tersebut selain costly juga menyusahkan pelaku usaha. Komang menambahkan isu keberadaan KPK di perijinan ruang laut yang selama ini dihembuskan pegawai KKP disinyalir hanya untuk meninggikan harga tawar bahwa untuk urusan perijinan mahal biayanya. @tim redaksi (bersambung)