SIAGAINDONESIA.ID Sebenarnya tidak pernah terbesit dalam benak Vinna Sencahero akan menggugat ibu kandungnya Tania Anggreani Kusuma. Namun semua ini terpaksa dilakukannya demi menyelamatkan peninggalan almarhum ayahnya, Ho Senca Hero.
Mendiang ayah Vinna dulunya pengusaha sukses, Pabrik Genteng Karang Pilang yang didirikan mendiang Ho Senca Hero sejak tahun 1963. Karena berada di kawasan Karangpilang, namanya genteng Karangpilang. Seantero Jawa Timur tahu genteng buatan Karang Pilang.
Vinna sendiri merupakan anak bungsu dari lima bersaudara. Di tahun 1980 an pasaran genteng lesu karena persaingan dan jenuhnya pasar genteng karena kuatnya kualitas genteng tanah liat (seumur hidup mungkin tidak ganti genteng). Di tahun 1988, mendiang Senca Hero dibantu Vinna, berdua tanpa dibantu saudara-saudara kandungnya yang lain – membumiratakan pabrik genteng dan beralih produksi ke pabrik briket arang serbuk kayu (Sawdust Briquette Charcoal Industry).
Di tahun 2009, Ho Senca Hero meninggal dan meninggalkan banyak warisan. Dari gugatan di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya dengan register perkara Nomor 55/Pdt.G/2023/PN Surabaya, tercatat ada 35 tanah yang dilampirkan. Termasuk salah satunya – 11 SHM tanah perusahaan PT Karangpilang Agung.
Ya, demi menyelamatkan aset-aset peninggalan mendiang sang ayah, Vinna pun mengambil langkah berani. Menggugat ibu kandungnya.
Hal ini dilakukan Vinna bukan tanpa alasan. Mengingat terjadi kejanggalan dalam surat kuasa penjualan asset yang dibuat pada tahun 2013 oleh Notaris Julia Seloadji. Pasalnya, dalam surat kuasa tersebut, Vinna baru mengetahui bahwa dirinya dianggap melepaskan hak selaku ahli waris Senca Hero ke ibu kandungnya Tania Angreani Kusuma.
Vinna mengakui bahwa dalam surat kuasa penjualan aset, dia menandatangani surat kuasa tersebut. Mengingat surat kuasa itu dibuat karena semua anak-anaknya yang tercatat sebagai ahli waris ingin menjual aset peninggalan ayahnya demi menutupi utang perusahaan PT Karangpilang Agung (KPA) yang saat itu hendak dilelang oleh bank.
Dalam surat kuasa itu, Vinna dan semua ahli waris memberikan kuasa kepada tergugat (Tania Anggreani Kusuma) selaku ibu kandung dan Komisaris Utama PT Karang Pilang Agung.
“Padahal saya hanya memberi kuasa penjualan, bukan melepaskan hak waris. Tetapi di surat kuasa yang dibuat notaris disebutkan dalam 1 kalimat bahwa saya seakan-akan tidak lagi tercatat sebagai ahli waris Senca Hero, dan saat itu semua saudara-saudara saya juga menandatangani pemberian Surat Kuasa ke mama saya Tania Anggreani Kusuma,” terang Vinna kepada awak media di PN Surabaya, Rabu (22/2/2023).
Sepengetahuan Vinna, untuk melepas hak waris, biasanya harus ada penetapan pengadilan. Karena itu, selain ibunya, gugatan Vinna juga ditujukan pada notaris.
“Gugatan atas nama ibu dan notaris,” ucapnya.
Saat surat kuasa itu dibuat, tahun 2013, Vinna mengaku dirinya maupun ibunya dalam kondisi sosial ekonomi yang tidak baik. Apalagi ibunya saat ini sudah didiagnosa mengalami sakit pre demensia sesuai dengan surat keterangan Dokter National Hospital Surabaya pada 3 September 2021.
Bahkan sesudah proses tanda tangan dia juga tidak pernah menerima tembusan atau asli surat kuasa tersebut, karena langsung ke luar pulau atau luar negeri.
“Saya tidak tahu dan tidak memperhatikan adanya tambahan kalimat pelepasan hak waris disisipkan dalam surat kuasa tersebut,” ungkapnya.
Yang jelas Vinna menganggap akta No. 141 tanggal 29 November 2013 itu cacat hukum. Dari akta ini kemudian disalahartikan dan dimanfaatkan pihak lain untuk menghilangkan hak Vinna sebagai ahli waris.
“Gara-gara ini hak saya sebagai ahli waris seakan-akan hilang. Logikanya, kalau saya ingin melepaskan hak waris, tentu saya akan ke Pengadilan Negeri bukan ke notaris. Jujur, saya benar-benar dirugikan,” urainya.
Vinna menambahkan, semenjak akta itu dibuat, sebagian aset milik mendiang Senca Hero telah dijual. Dia tidak tahu dijual ke siapa dan dijual dengan harga berapa, belum pernah ada laporan resmi dan pasti dari ibu Tania Anggreani Kusuma pada dirinya dan belum ada aliran dana .
“Sebagian telah dijual. Saya tidak tahu pembelinya. Dibeli berapa juga tidak tahu,” imbuhnya.
Kini yang menjadi fokus Vinna adalah aset PT Karangpilang Agung. Vinna membeberkan bahwa aset perusahaan saham mayoritas dipegang oleh ibunya.
“Itu dulu. Kini sahamnya dan jabatannya berpindah ke Hartono Wibowo, kakak sulung saya dengan cara-cara yg saya pertanyakan asas legalitas dan aspek yuridisnya ,” katanya.
Vinna menduga, hal itu bisa terjadi karena ibunya dalam kondisi pre demensia, sehingga tidak paham apa yang ditandatanganinya.
“Sampai sekarang saya tidak bisa bertemu dengan ibu,” sesalnya.
Masih kata Vinna, sejak PT Karangpilang Agung dipegang Hartono Wibowo, perusahaan briket arang telah mendapat kucuran kredit dari PT Bank INA Perdana Tbk senilai Rp 200 miliar. Namun untuk tahap awal diberi kredit senilai Rp 75 miliar – itu yang disebutkan Hartono sendiri dalam wawancara dengan media massa saat ekspor 2 kontainer arang pada bulan Januari 2023 yang lalu.
Ini yang menjadi kekhawatiran Vinna. Padahal sewaktu ayahnya masih hidup, pernah berpesan pada anak-anaknya agar tidak memasukkan Hartono Wibowo dalam urusan bisnis keluarga.
“Pesan amanah ayah dulu jangan memasukkan Hartono Wibowo dalam bisnis keluarga, bila dijual – cukup diberikan haknya sesuai UU Waris di Indonesia. Dan sekarang perusahaan ini dipegang dia. Pertanyaan saya, dengan kredit sebesar itu, bagaimana cara dia mengembalikan utang. Sedangkan histori perusahaan secara keuangan sudah bisa dilihat – Berapa keuntungan dari ekspor briket. Masa ada Bank yang bisa dibodohi – apa tidak ada bench marking industi sejenis. Bagaimana kalau nantinya gagal bayar, bisa-bisa PT Karangpilang Agung disita dan dilelang oleh pihak bank/pihak pemberi dana talangan,” ujar Vinna.
Dengan alasan inilah, Vinna memberanikan untuk menggugat ibu kandungnya agar surat kuasa dapat dibatalkan.
“Semua ini saya lakukan demi menyelamatkan aset keluarga, karena tindakan Hartono Wibowo didukung 3 saudara yang lain – merampok hak ibu saya sebagai pemegang waris ayah saya yang terbesar, hak ibu saya dinolkan, akan saya perjuangkan secara gugatan perdata dan aspek pidananya,” tuturnya.
Sementara O’od Chrisworo selaku kuasa hukum Vinna Sencahero mengatakan, bahwa surat kuasa yang sudah dibuatkan akta No. 141 tanggal 29 November 2013 oleh notaris Julia Seloadji dinyatakan tidak sah. Pasalnya untuk melepas hak waris, syaratnya harus ada penetapan pengadilan.
“Ini merupakan boedel warisan belum dibagi. Belum ada penetapan dari pengadilan. Kok bisa melepaskan hak waris begitu saja. Apalagi di sini sebagian aset-aset itu sudah dijual dan ibu Vinna tidak pernah mendapatkan laporan ataupun pembayaran. Ini sudah pelanggaran,” sebut O’od pada awak media usai persidangan.
O’od mempertanyakan niat notaris Julia Seloadji selaku turut tergugat saat membuatkan akta akta no.141 tanggal 29 November 2013.
“Apa dasarnya notaris membuat akta tersebut. Bukankah tugas notaris hanya mencatat. Hal itu juga tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata tentang sahnya persetujuan atau kesepakatan,” tegasnya.
O’od menambahkan, dalam kasus ini turut tergugat dianggap telah melakukan tindak pidana pemalsuan surat sesuai Pasal 266 KUHP ayat 1, “barang siapa menyuruh memasukan keterangan palsu kedalam surat akta autentik mengenai suatu hal yang kebenaranya harus dinyatakan oleh akta itu, dengan maksut untuk memakai atau menyuruh orang lain pakai akta itu seolah-olah keterangannya sesuai dengan kebenaran, diancam, jika pemakaian itu dapat menimbulkan kerugian, dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun.”
“Dalam gugatan kami juga mengajukan klien kami diberikan hak pengampuan terhadap ibunya (tergugat) mengingat kondisinya saat ini mengalami demensia,” tandasnya.
Hingga berita ini ditulis, Kevin Gonzaga selaku kuasa hukum Tania Anggreani Kusuma, belum memberikan jawaban saat dikonfirmasi melalui pesan whatsapp.
Sidang gugatan Vinna Senchaero ini mulai disidangkan di PN Surabaya pada Rabu (22/2/2023). Majelis hakim yang menyidangkan terdiri dari Yoes Hartyoso (Ketua), Awana dan Ariandi Triyoga (anggota). Persidangan akan dilanjutkan pekan mendatang dengan agenda mediasi.@