SIAGAINDONESIA.ID Pengosongan rumah kembali dilakukan oleh Lanud Muljono atas rumah pensiunan TNI AU di kompleks AURI Simogunung, Kecamatan Sawahan, Surabaya, Rabu (13/7/2022).
Pantauan di lapangan, beberapa rumah di Jalan Dacota, Jalan Cureng, dan Albatros, dikosongkan. Rumah-rumah itu kemudian diberi garis polisi. Warga penghuni rumah sempat menunjukkan bukti kepemilikan SHM. Namun mereka tak kuasa melawan petugas. Sehingga harus merelakan barang-barangnya dikeluarkan paksa.
Salah satu warga di Jalan Cureng menyesalkan sikap petugas. Menurutnya, kasihan warga diusir dari rumahnya sendiri. Mereka tidak tahu akan tinggal dimana.
“Iya barusan tadi isi rumah dikosongkan. Kasihan mereka. Orangtuanya sudah meninggal. Namanya pak Bram Patipelohi. Sekarang yang menempati rumah anak-anaknya,” kata warga yang tidak mau disebutkan namanya.
Ditambahkannya, rumah yang dikosongkan itu karena penghuni tidak bersedia menandatangani pernyataan Surat Izin Penghunian (SIP).
“Sebelumnya memang ada pemberitahuan dari Lanud Muljono terhadap warga untuk mengurus SIP. Bagi anak dan purnawirawan atau warakawuri yang mengurus SIP, akan diijinkan tinggal di rumah dinas selama maksimal 2 tahun,” ujarnya.
Sementara menurut warga lain yang sudah bertahun-tahun menghuni rumah tersebut, mengatakan bahwa status rumah pensiunan TNI AU di komplek AURI Simogunung, sampai saat ini masih status quo.
“Sebelumnya ada Putusan MA Tahun 2015 nomor 61 K/Pdt/2015. Putusan MA itu tidak menyebutkan kalah dan menang. Artinya statusnya quo. Seharusnya tidak bisa digunakan oleh pihak Lanud Muljono untuk melakukan pengosongan rumah,” ungkap salah seorang purnawirawan berpangkat Peltu dan jabatan terakhir Kepala Perwakilan Kodau Halim Perdana Kusuma.
Bahkan menurut SP, demikian inisialnya, putusan MA itu dipakai untuk memutus listrik di seluruh kompleks.
“Ya, sudah hampir tiga minggu ini listrik diputus. Pihak PLN menggunakan dasar putusan MA tersebut. Sampai sekarang listrik di kompleks padam. Belum ada kejelasan sampai sekarang,” kata SP.
SP menceritakan bahwa perumahan yang diklaim milik Lanud Muljono itu, dulunya adalah rumah darurat yang diperuntukkan bagi pasukan Komando Pasukan Gerak Cepat (Kopasgat).
“Dulu, wilayah sini ditempati oleh orang-orang eks PKI. Atas perintah komandan kami saat itu, pasukan Kopasgat disuruh menempati rumah tersebut sebagai rumah darurat,” cerita SP.
SP menambahkan, tanah yang dikuasai AURI sudah dibebaskan oleh Pemkot Surabaya dengan ganti rugi Rp 135 juta.
“Dari situ kami diminta untuk mengajukan kontrak rumah. Komandan kami saat itu janji rumah akan jadi hak milik karena memang status lahannya yang sudah beralih. Setelah itu kami mulai menempati rumah tahun 1974,” terang SP.
SP menceritakan awal menempati rumah tidak ada nama jalan. Warga berinisiatif membuat nama jalan. Mengingat semua penghuni berasal dari TNI AU, maka nama yang dipilih adalah nama pesawat.
“Nama-nama jalan yang dipilih sesuai nama pesawat yang pernah dimiliki TNI AU tahun 1945,” kenang SP.
Pada tahun 1994, lanjut SP, warga mengajukan peta bidang ke Badan Pertanahan Nasional (BPN). Namun saat itu ada protes dari pangkalan.
“Kami ajukan surat ke BPN. Dan belum ada tindaklanjut karena ada protes. Kemudian BPN mengeluarkan Surat Keterangan Pendaftaran Tanah (SKPT) untuk warga di kompleks sini,” urainya.
Sayangnya sampai sekarang statusnya masih SKPT dan tidak bisa dijadikan sertifikat. Namun SP mengaku ada beberapa warga yang bisa mengurus SHM. Bahkan ada rumah yang sudah diperjualbelikan.
“Di sini statusnya masih SKPT. Sementara ada warga yang sudah berhasil mengurus sertifikat elektronik. Tetap saja rumahnya dikosongkan. Seperti rumah Marcus Lusikoi yang tadi dikosongkan,” tandasnya.@