Oleh: KH Luthfi Bashori
DULU di saat saya kecil atau remaja, ibunda saya seringkali ‘menebas’ (membeli dalam jumlah besar) buah langsep yang sangat terkenal asli Singosari, untuk dibagikan kepada 8 orang putra-putrinya.
Sebagai warga asli Singosari, tentu saya dan warga Singosari pada umumnya yang kini berusia 40 tahun ke atas, sangat paham bagaimana karakteristik buah langsep Singosari, hingga dapat membedakan dengan keberadaan langsep-langsep atau duku-duku dari luar Singosari yang sengaja dijual di Singosari, di saat musim buah langsep.
Biasanya, hanya dengan melihat bentuk dan warna kulitnya saja, warga Singosari di jaman dulu sudah merasa familiar dengan langsep asli Singosari tersebut.
Umumnya setelah yakin dengan melihat kulitnya, maka mereka akan memegang salah satu buahnya, lantas mencari bagian pangkal buah untuk ditekan sedikit saja dengan dua jari telunjuk dan ibu jari, jika buah itu mudah pecah atau mengelupas kulit bagian pucuknya, maka itulah langsep Singosari yang asli.
Setelah itu akan dirasakan manis buah langsep khas Singosari, yang tentunya cukup berbeda dengan rasa langsep dari daerah lainnya.
Saya bisa menyifati keberadaan langsep Singosari, karena saya termasuk warga Singosari asli.
Hari ini, istri saya yang berasal dari Indramayu Jawa Barat, mendapat hadiah dari salah satu warga Singosari, lantas bertanya: “Apakah ini langsep asli Singosari ?”
Setelah saya periksa, maka saya katakan, “Ya, benar sekali ini langsep Singosari !”
Mutiara kata bahasa Arab:
صاحب الدار ادرى بما فيها
“Pemilik rumah itu jauh lebih tahu kondisi di dalam rumahnya.”
Ternyata, langsep Singosari yang dikatakan oleh mayoritas warga Singosari sudah punah, masih ada satu dua orang warga Singosari yang tetap melestarikan.@
*) Pengasuh pesantren Ribath Almurtadla & Pesantren Ilmu Alquran (Singosari-Malang)
Discussion about this post