Oleh: Ir. Syafril Sjofyan, MM TADINYA saya ragu-ragu kebenaran cerita Yusuf Kalla. Ketika SBY dan JK sebagai pasangannya memenangkan Pilpres....
Read moreOleh: Prihandoyo Kuswanto
BUDAYAWAN Sujiwo Tejo mengkritisi tudingan radikal yang selalu dikaitkan dengan Pancasila. Menurutnya, Pancasila sekarang ini tidak ada.
“Pancasila itu gak ada. Yang ada itu gambar garuda Pancasila. Teks Pancasila itu ada, tapi Pancasila itu gak ada. Siapa yang mau anti terhadap sesuatu yang tidak ada?” kata Sujiwo dalam acara Indonesia Lawyers Club (ILC) TVOne, Selasa (5/11) lalu.
Pernyataan Sujiwo Tejo itu memang benar Pancasila sudah tidak ada, mengapa?
Sebab Pancasila sebagai dasar negara yang ada di alenea ke empat pembukaan UUD 1945 kemudian oleh Bapak dan ibu pendiri negeri ini diuraikan di dalam batang tubuh UUD 1945 telah diamandemen dan diganti dengan UUD 2002 yang tidak mengacu pada pembukaan UUD 1945.
Bukti bahwa Pancasila tidak lagi menjadi dasar ketatanegaraan negara Indonesia adalah:
Pertama, sistem kolektivisme sistem MPR yang keanggotaan MPR elemen dari rakyat Indonesia telah diganti MPR tidak lagi sebagai lembaga tertinggi negara, kedaulatan rakyat tidak lagi dijalankan sepenuhnya oleh MPR.
Kedua, sistem MPR diganti dengan sistem presidensial yang basisnya individualisme, liberalisme, kapitalisme. Maka kekuasaan dipertarungkan dengan banyak-banyakan suara, kalah menang, kuat kuatan. Maka lahir mayoritas yang menang dan minoritas yang kalah. Dengan demokrasi mayoritas ada oposisi, tentu ini bertentangan dengan Bhinneka Tunggal Ika.
.
Jadi jelas sistem ini menghabisi Pancasila. Tidak ada lagi permusyawaratan perwakilan. Tidak ada nilai “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan”. Sila ke 4 dikhianati diganti dengan banyak-banyakan suara.
Ketiga, tidak ada lagi nilai persatuan Indonesia sila ke 3 dalam pertarungan memperebutkan kekuasaan.
Menurut Arief, Ketua KPU, total ada 894 petugas KPPS yang meninggal dunia dan 5.175 petugas mengalami sakit. Jadi di sini jelas pemilu dengan dasar liberal tidak mengenal “Kemanusiaan Yang adil dan beradab”. Dalam sistem presidensial tidak mengenal kemanusiaan maka pemilu 2019 perlu tumbal 894 anak bangsa yang tidak bisa diketahui penyebab kematiannya.
Keempat, Pemilu tahun 2024 dianggarkan dengan anggaran Rp 110 triliun. Jelas ini bukan untuk “Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia”.
Karena pemilu membutuhkan biaya yang besar maka lahirlah cukong cukong atau bandar bandar pemilu yang kemudian menjadi kristalisasi kelahiran oligarkhy.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengatakan hampir 92 persen calon kepala daerah yang tersebar di seluruh Indonesia dibiayai oleh cukong.
Maka ketika terpilih lahirlah peraturan atau konsensi untuk kemudahan para cukong menggarong kekayaan ibu pertiwi.
Jadi korupsi kebijakan yang mengkhianati bangsanya dan korupsi jelas bertentangan dengan nilai nilai “Ketuhanan Yang Maha Esa”, otomatis bertentangan dengan sila ke 1 Pancasila.
Dengan keadaan saat ini, harusnya ada lembaga yang bertangungjawab terhadap ideologi Pancasila yaitu BPIP yang dibayar mahal harus mampu memberikan kajian keadaan bangsa Indonesia saat ini, terhitung sejak UUD 1945 diganti dengan UUD 2002.
Apakah Pancasila itu masih ada artinya?
Apa Pancasila itu masih menjadi dasar negara Indonesia?
Apakah Ideologi Pancasila itu masih ada?
Apakah dengan Sistem demokrasi liberal itu sesuai dengan Pancasila?
Apakah dengan sistem presidensial itu mengganti visi misi negara dengan visi misi presiden, gubernur, dan bupati/walikota?
Apa negara ini masih mempunyai tujuan “Keadilan sosial Bagi seluruh Rakyat Indonesia?”.
Dengan menjalankan ekonomi super kapitalis seperti ini, apa sesuai dengan Pancasila?
Jadi semua ini tanggungjawab BPIP yang dibayar mahal. Kita tidak pernah mendengar pernyataan Ketua BPIP apakah negara ini masih berdasarkan Pancasila atau tidak. Apakah Pancasila masih ada atau tidak. Paling tidak harus mampu menjawab pertanyaan Sujiwo Tejo.
Harusnya BPIP bisa menjelaskan sistem negara berideologi Pancasila dengan negara yang berideologi liberalisme kapitalisme hasil amandemen UUD 1945.
Dalam amandemen UUD 1945, banyak rakyat tidak mengetahui. Sesungguhnya amandemen yang telah dilakukan sejak tahun 2002 telah mengubah negara Proklamasi 17 Agustus 1945.
Dari negara berdasarkan Pancasila menjadi negara yang berdasar liberalisme dan kapitalisme.
Ternyata amandemen yang dilakukan terhadap UUD 1945 berimplikasi terhadap perubahan sistem ketatanegaraan, berubahnya negara berideologi Pancasila menjadi sistem presidensial yang dasarnya individualisme, liberalisme, dan kapitalisme.
BPIP perlu membedah perbedaan negara bersistem MPR, berideologi Pancasila dan negara dengan sistem presidenseil berideologi individualisme, liberalisme, dan kapitalisme agar kita semua paham dan mengerti telah terjadi penyimpangan terhadap ideologi Pancasila.
Kalau BPIP sebagai lembaga yang melakukan Pembinaan Ideologi Pancasila tidak mampu menjelaskan sistem negara berdasarkan Pancasila ya harus malu. Pimpinannya saja seorang profesor dan ketua penasehat. Apa tidak malu? @
*) Ketua Pusat Studi Kajian Rumah Pancasila
Copyright © 2021 Siaga Indonesia