SIAGAINDONESIA.ID Penggunaan Bom Ikan atau Bondet serta beroperasinya kapal jaring pukat harimau atau trawl marak di Alur Pelayaran Surabaya Timur (APST), sekitar Keputih dan Karang Pinggir Medokan Ayu, Rungkut.
“Sudah lama terjadi jumlahnya kapal sekitar 10 unit menggunakan jaring yang tidak ramah lingkungan yaitu trawl,” jelas Sekretaris Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan (LPMK) Medokan Ayu, Heroe Budiarto. Ditambahkan, jumlah mereka selalu banyak, 25 – 50 orang dan bersenjata tajam perilaku mereka cenderung represif.
Dengan beroperasinya trawl, semuanya ikut terkeruk sedangkan bondet merusak rumpon yang dipasang oleh nelayan lokal, terkena bom ambyar semua. Kalau beruntung cuma 2-3 kg saja.
Di Kelurahan Medokan Ayu jumlah nelayan sekitar 35 orang. Yang aktif hanya 20 orang dan setiap hari ke laut. Selain nelayan lokal melaut di APST juga nelayan asal Sidoarjo, Madura, Pasuruan, Probolinggo.
Menurut Heroe Budiarto yang aktif melakukan pendampingan Nelayan Medokan Ayu itu menambahkan, penangkapan ikan secara illegal tersebut meresahkan nelayan lokal yang masih tradisional dan terbiasa menangkap ikan di sekitar rumpon.
“Bom ikan menghancurkan rumpon nelayan, penghasilan nelayan lokal turun drastis hanya 2-3 kilo seringkali tidak dapat,” kesalnya.
Nelayan pendatang (andon) yang meresahkan tersebut berasal dari Probolinggo dan Pasuruan.
Dampaknya sangat fatal bagi penghasilan nelayan lokal Medokan, Gunung Anyar, Wonorejo yang umumnya mencari ikan pelagis kecil, kepiting, secara tradisional.
“Melaut seperlunya dapet pulang. Dengan kejadian trol dan bondet, para nelayan pulang terkadang tidak memperoleh apa apa,” ungkap Heroe Budiarta yang tergabung dalam Forum Masyarakat Madani Maritim itu.
Ketua Kesatuan Nelayan Tradsional (KNTI) Jawa Timur Misbachul Munir ikut menyesalkan masih maraknya cara penangkapan ikan secara illegal di APBT maupun secara nasional.
“Sebenarnya tiap hari ada kapal trawl di daerah perairan Karang Pinggir, Medokan.Meskipun sudah ditangkap, besok datang lagi,” ungkapnya.
Menurutnya, dan untuk kasus trawl ini juga masih terjadi di seluruh Indonesia, padahal ayung hukum sudah ada, penegakkan ini masih lemah.
“Polairud operasi tidak setiap hari, hanya pas menerima laporan dari nelayan saja baru trawl diamankan, tapi ya di lapas lagi,” jelasnya.
Kapal trawl jelas dilarang beroperasi, aparat dinilainya gagal menjalankan tugas dan fungsinya. Misbachul Munir yang juga salah satu Wakil Ketua KTNI pusat yang membidangi masalah hukum itu menyarankan ada cara alternatif untuk gubernur Jawa Timur.
“Gubernur harus bisa memfasilitasi tokoh agama dan ormas ormas keagamaan seperti NU, Muhammadiyah dan MUI, serta melibatkan organisasi nelayan,” sarannya.
Dikatakan lebih lanjut di NU ada semacam Bathsul masail, bagaimana pandangan NU sendiri terkait dengan alat tangkap yang secara hukum negara dilarang, begitu juga dengan Muhammadiyah dan MUI sendiri.
Kalau pandangan umum sudah jelas, negara melarang bagi siapapun yang memakai alat tangkap yang merusak (Trawl/Pukat Harimau, Bom dll). Karena budaya masayarakat pesisir dan nelayan di Jawa Timur itu kental dengan corak santri atau keagamaan, maka perlu fatwa dari para ulama maupun ormas keagamaan dengan status bahwa Trawl/Pukat Harimau, Bom Ikan, dan Potasium digunakan untuk menangkap ikan hukumnya haram.
“trawl atau pukat harimau, bom ikan, potasium dan alat tangkap yang merusak, masih marak dikarenakan negara gagal, maka perlu di perkuat pendapat dari ulama (Fatwa Haram) untuk trawl,” tegasnya.
Sampai berita ini tayang Polair Polda Jatim dan Dinas Kelautan dan Perikanan Jawa Timur belum merespon secara kongkrit dengan maraknya Illegal fishing yaitu kegiatan penangkapan ikan yang tidak sah atau melanggar ketentuan perundang –undangan yang berlaku di bidang perikanan itu.
Semetara itu Ketua Himpunan Nelayan (HNSI) Jawa Timur, Kamil Anadjib menyesalkan pula masih maraknya kapal trawl dan illegal fishing beroperasi di Jawa Timur. Dampak kerusakannya sudah jelas akan nberlangsung jangka panjang.
“Di lamongan juga sering terjadi ilegal fishing, oleh nelayan setempat ditangkap dan dikenakan denda sebagai tindakan awal tetapi jika masih mengulangi lagi ditangkap dan diserahkan pihak berwajib,” ungkapnya.
Kamil Anadjib yang juga pengurus Forum Masyarakat Peduli Nelayan Jawa Timur itu menyesalkan peran pengawasan illegal fishing.
“Polair dan DKP Jatim punya kapal patrol dan kapal pengawas yang dana operasionalnya dibiayai negara, seharusnya jika terencana dengan baik dan melibatkan organsisai nelayan yang ada illegal fishing zero di Jatim,” tegasnya. @masduki
Discussion about this post