Oleh: Syafril Sjofyan
TULISAN Syahganda Nainggolan alumnus ITB 1984 berjudul “Alumni ITB Hitam Mampus, Alumni Putih Tetap Berjuang” (10/8). Tulisan mengenai aktivis/pengurus Alumni ITB yang melakukan kejahatan, yakni dugaan kejahatan korupsi yang menyebabkan kerugian Negara secara luar biasa 5,7 Triliun dan 8 Triliun dengan kasus berbeda. Kejahatan yang dibenci semua kalangan termasuk kalangan Milineal dan Generasi Z karena daya rusaknya terhadap masa depan bangsa dan negara.
Disamping mengusik juga menjijikan serta membuat marah. Apa fatsalnya?. Putera kedua saya lulusan ITB. Kebanggaan keluarga, sekampung dan sedaerah. Kebanggaan khusus buat para lulusan kampus Institut Teknologi Bandung (ITB) selama ini dianggap sebagai putera puteri terbaik Indonesia. Dalam sejarah bangsa Indonesia. Sebut saja sejak jaman penjajahan Belanda. Ir. Soekarno adalah alumni ITB sebagai proklamator kemerdekaan Indonesia. Banyak lagi tokoh Nasional yang berasal dari ITB.
Selaku Aktivis Pergerakan 77-78. Bukan alumnus ITB, saya lulusan ITT (sekarang STTT Bandung). Mengamati sejarah perjuangan terjadinya perubahan kekuasaan di Indonesia yang selalu motornya dari lulusan ITB. Tidak saja mengamati. Juga aktif terlibat bersama aktivis mahasiswa ITB dan kampus lainnya selama perjuangan tahun 1977-1978 ditengah-tengah kekuasaan otoriter ketika itu.
Pernah merasakan sebagai tahanan jeruji besi bersama-sama teman aktivis mahasiswa dari berbagai kampus di Indonesia. Serta ikut bahu membahu bersama mantan akitivis membantu perjuangan di tahun 1998. Dengan pusat kegiatan di kantor Dr. Rizal Ramli di Tebet.
Diantara salah satu aktivis mahasiswa ITB tahun 77-78 adalah Dr. Rizal Ramli. Menko Perekonomian era Gusdur dan Menko Maritim sebelum Luhut Binsar Panjahitan. Selama duduk pada jabatan puncak dan kekuasaan nya tetap bersih dan terjaga integritasnya. Bahkan dari sejak dulu sampai sekarang Rizal Ramli sebagai pengeritik paling tajam dan berkualitas terhadap rusaknya sistem pemerintahan dan paling anti terhadap KKN rejim kekuasaan.
Rizal Ramli selalu mengutuk korupsi dan menghindari penyalahgunaan kekuasaan. Bahkan anaknya ataupun saudaranya serta teman sesama seperjuangan diperingati dengan keras untuk tidak cawe-cawe terhadap kekuasaannya. Tidak ada celah bagi kekuasaan oligarki untuk memperangkap Rizal Ramli (RR), sehingga dia bebas bersuara keras sampai sekarang. Baik ketika menjabat maupun berada diluar sistem pemerintahan.
Jika RR mau seperti penguasa “bajingan jahat” lainnya sangat bisa memperkaya diri dan keluarga. Termasuk membantu teman-teman seperjuangannya aktivis 77-78. Melalui “dagang kebijakan”. Seperti yang kita lihat sekarang betapa mudahnya para penguasa “bajingan jahat” memperkaya puteranya melalui kebijakan yang disimpangkan, melalui money laundering para Taipan yang bermasalah. Serta membangun dinasti kekuasaan bagi puteranya.
Disamping aktivis pergerakan mahasiswa tahun 70 an saya juga mengenal beberapa aktivis mahasiswa ITB bersih lainnya dari angkatan 80 an dan 90an. Mereka diantaranya para aktivis penuh idealisme dan semangat agar Indonesia bersih menjadi Negara maju. Sehingga pada tahun 1998 lahir TAP MPR no X tentang pemberantasan Kolusi. Korupsi dan Nepotisma (KKN) bersama teman aktivis dan ahli hukum dari UNPAD ikut aktif pada FGD untuk rancangan lahirnya UU KPK.
Namun sebulan lalu Yusrizki. Wakil Ketua alumni ITB saat ini. Aktivis mahasiswa ITB tahun 90 an ditangkap Kejaksaan Agung atas kasus korupsi BTS senilai 8 Triliun. Korupsi ini setara dengan 80% projek. Bersama dia ditangkap beberapa pengurus pusat alumni ITB.
Beberapa hari kemudian Ridwan Jamaluddin, Ketua Alumni ITB 2016-2020. Konon orang “dekatnya” LBP. Aktivis mahasiswa tahun 80 an juga ditangkap Kejaksaan Agung atas perkara korupsi senilai Rp 5,7 Triliun kerugian negara. Bersama Ridwan Jamaluddin, ada juga alumni ITB lainnya yang ditangkap. Betapa besarnya kerugian Negara.
Ridwan dan Yusrizky aktivis mahasiswa ITB tahun 80an dan 90an telah merubah menjadikan nilai-nilai perjuangan sebagai aktivis menjadi kejahatan yang mengerikan. Menodai sejarah panjang perjuangan aktivis mahasiswa ITB serta membuat malu alumni ITB. Juga membuat malu bangsa. Bisa dikategorikan mereka dengan beberapa temannya yang ditangkap Kejaksaan Agung sebagai kelompok “Bajingan Jahat”.
Ditangkapnya Ridwan Jamaluddin atas kerugian negara Rp 5,7 Triliun dan Yusrizky atas kerugian negara Rp 8 T. Menjadi tanda tanya saya selama ini, kenapa sejak tahun 2010 an atau sejak rejim Jokowi berkuasa aktivis mahasiswa ITB sepertinya “bungkam” terhadap issue penderitaan rakyat.
Sadisnya kekuasaan otoriterian rejim Jokowi. Melalui tangan berdarah. Banyaknya korban unjuk rasa mahasiswa yang terluka serta beberapa alumni ITB yang ditahan seperti Syahganda Nainggolan dan Jumhur Hidayat. Karena melakukan perlawanan terhadap lahirnya revisi UU KPK. Undang-Undang Cilaka alias UU Cipta Kerja, yang selama 3 tahun dilawan oleh kalangan Buruh dan Mahasiswa.
Aktivis Mahasiswa ITB diam seribu basa. Padahal sejarah sebelumnya membuktikan aktivis mahasiswa ITB selalu paling depan dalam menyuarakan ketidakadilan. Bahkan merupakan kiblat perjuangan mahasiswa Indonesia.
Adakah korelasinya mereka para aktivis mahasiswa ITB “bungkam” karena ulah para seniornya yang duduk dikursi empuk kekuasaan. Melalui “hadiah atau janji”?. Pertanyaan ini bisa dianggap wajar. Karena ada “keanehan” sementara aktivis kampus lain masih “berbunyi”.
Disamping itu kelompok elit alumni ITB pada dekade rejim Jokowi malah “menyerang” Islam. Menempatkan alumni ITB yang beroposisi terhadap pemerintahan sebagai kelompok radikal-radikul. Akan tetapi sepertinya mereka permisif atau bisa saja melakukan “pembiaran” adanya konspirasi, korupsi berjamaah, telah berlangsung.
Tidak kedengaran “bunyinya” civitas akademika ITB termasuk rektor secara resmi mengutuk perbuatan menjijikan tersebut. Setidak-tidaknya ada komisi etik 8katan alumni untuk memberikan sanksi, agar nama baik ITB tidak tercemar. Jangan sampai nanti “dilekatkan” oleh rakyat bahwa ITB “perusak” bangsa. Karena setitik nila rusak susu sebelanga.@
*) Pemerhati Kebijakan Publik, Aktivis Pergerakan 77-78