SIAGAINDONESIA.ID Banggalah ketika mendengar kabar bahwa aksara Jawa sudah dikenal dunia. Secara digital aksara asal Pulau Jawa ini sudah diakui UNESCO sejak awal tahun 2000-an melalui lembaganya UNICODE. Unicode merupakan singkatan dari “Universal Character Encoding” atau “Universal Character Set”, yang berdiri di bawah UNESCO.
Maksudnya adalah Unicode merupakan landasan dari semua teks digital. Dengan Unicode, pengembang perangkat lunak dapat membuat aplikasi, yang dapat menangani teks dalam berbagai bahasa. Dengan Unicode memungkinkan komputer untuk menampilkan dan memanipulasi teks dari berbagai bahasa, skrip, dan simbol.
Melalui perangkat digital, sebetulnya aksara Jawa bisa diakses dalam lintas ruang dan waktu. Bahwa aksara Jawa dalam bentuk aplikasi dan konten, bisa dibuka dan dilihat dari mancanegara. Sesungguhnya, sudah ada konten konten beraksara Jawa secara digital.
Sementara secara manual, sebetulnya aksara Jawa juga sudah merambah dunia. Wujudnya adalah benda benda artefak yang diboyong keluar dari lokasinya di Jawa di era pemerintahan Hindia Belanda.
Benda benda itu bisa berupa prasasti, buku (manuskrip) dan lainnya. Benda benda itu diboyong keluar Jawa di masa Hindia Belanda. Diantaranya adalah Prasasti Pucangan (Colcotta Stone) di India Prasasti Sangguran (Minto Stone) di Skotlandia, relief karya Raden Saleh di Jerman dan tulisan Serat Kalathida karya Ranggawarsita di Belanda. Bisa jadi ada lainnya.
Negara negara itu seolah menjadi etalase aksara Jawa. Negara negara itu membantu publik memahami nilai nilai kenusantaraan. Melalui karya karya sastra dan budaya, publik mancanegara bisa mengenal Indonesia.
Meningkatkan Hubungan Bilateral
Karenanya memajukan budaya tidak hanya terhadap obyek obyek yang ada di dalam negeri, tetapi juga apa yang ada di luar negeri. Ini sekaligus menjadi cara bagaimana meningkatkan hubungan bilateral di bidang kebudayaan antara Indonesia dengan negara negara dimana aksara Jawa berada.
Jika selama ini artefak atau obyek budaya itu dianggap terbengkalai di mancanegara, sekarang bagaimana antara Indonesia dan negara negara itu bisa memajukan obyek kebudayaan itu sebagai sarana meningkatkan hubungan kerjasama bilateral.
Kerja sama ini sangat terbuka. Misalnya di kota Leiden dengan tulisan aksara mengenai Serat Kalathida karya Ranggawarsita tahun 1860 bisa menjadi bahan apresiasi sastra bagi mahasiswa linguistik di Leiden University dan publik. Frekuensinya bisa berkala.
Sama halnya dengan apresiasi Prasasti Sangguran di Skotlandia dan Pucangan di India. Ini sangat membuka peluang peningkatan kerjasama di bidang kebudayaan.
Maka seiring dengan semangat memaknai nilai nilai kebudayaan Nusantara di bawah kerangka kerja Kementerian Kebudayaan RI, hal itu bisa dilakukan. Jadi keberadaan artefak, yang selama ini dinggap terbengkalai itu, bisa menjadi obyek edukasi bersama. Mengapa tidak?
Surabaya menginisiasi kegiatan apresiasi sastra antar negara demi terciptanya hubungan bilateral lebih baik di bidang kebudayaan.@PAR/nng